Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
Meski berangkat dari visi seorang sineas Indonesia, The Heir of Time adalah hasil kolaborasi tim kreatif lintas negara—Indonesia, Inggris, Taiwan, Jerman, Meksiko, dan lainnya. Perbedaan latar belakang justru memperkaya dunia animasi ini dengan ragam perspektif budaya.
Proses produksinya pun mengandalkan teknologi mutakhir. Seluruh visual animasi 3D dibuat menggunakan Blender, perangkat lunak open-source yang kini menjadi standar baru bagi kreator independen. Teknologi motion capture digunakan untuk menghadirkan gerakan karakter yang lebih realistis, menegaskan bahwa kualitas karya independen bisa bersaing dengan produksi besar.
Momentum di Comic Con London
Debut resmi The Heir of Time akan berlangsung di MCM Comic Con London 2025 di ExCel London. Di sana, pengunjung dapat merasakan langsung dunia fantasi ini melalui pengalaman VR, aktivitas interaktif, hingga merchandise eksklusif.
Momentum ini bukan hanya peluncuran sebuah serial, tetapi juga tonggak sejarah perjalanan Marco—dari ruang kelas di Indonesia, ke panggung festival film, hingga kini membawa karya epik ke salah satu ajang pop culture terbesar dunia.
The Heir of Time ditujukan bagi penonton muda dewasa, memadukan tema politik, perang, dan perjalanan pendewasaan dengan pesan utama: kepercayaan pada diri sendiri dan kemampuan mengendalikan takdir.
Bagi Marco, serial ini adalah wujud nyata bahwa mimpi besar anak bangsa bisa menembus batas negara.
“Saya ingin generasi muda Indonesia percaya bahwa karya mereka bisa bersaing di manapun. Tidak ada batas bagi kreativitas, selama kita berani membawa identitas dan terus belajar dari dunia,” tutupnya.
Selanjutnya: Jutaan Warga AS Gelar Aksi “No Kings”, Tuding Trump Bertindak Seperti Raja
Menarik Dibaca: Simak Yuk Cara Bijak Mengolah Makanan agar Tak Terbuang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News