Benarkah pakai BBM RON tinggi mesin lebih awet? Berikut kata pengamat otomotif

Rabu, 24 Juni 2020 | 08:27 WIB   Reporter: Yudho Winarto
Benarkah pakai BBM RON tinggi mesin lebih awet? Berikut kata pengamat otomotif

ILUSTRASI. Konsumsi BBM Turun: Petugas mengisi bbm di SPBU Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa (28/4). Pertamina memprediksi konsumsi BBM Bulan Ramadhan tahun ini akan berada di kisaran 110.034 kiloliter/hari atau turun 20 persen dibandingkan Ramadhan tahun lalu y


BBM - JAKARTA. Penggunaan BBM RON (research otctane number) rendah yang tak ramah lingkungan secara perlahan akan dikurangi demi keberlangsungan lingkungan hidup yang lebih baik. Penggunaan BBM RON rendah, seperti Premium, dinilai sudah tidak cocok lagi mengingat saat ini teknologi berbagai kendaraan baik motor maupun mobil sudah menggunakan teknologi terbaru yang mengharuskan konsumsi BBM oktan tinggi.

Pengamat otomotif yang juga Founder and Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, sudah saatnya  Indonesia untuk benar-benar serius dalam mendorong penggunaan BBM RON tinggi.

Pasalnya, BBM Ron rendah akan merusak lingkungan, menambah polusi, juga buruk bagi mesin kendaraan.

"Sepatutnya kita sudah concern dengan masalah emisi gas buang pada octan dan cetane rendah," kata Jusri dalam keterangannya, Selasa (23/6).

Baca Juga: Konsumsi BBM dan LPG di Surabaya Raya meningkat memasuki PSBB transisi

Jusri mengatakan, bila kendaraan beralih ke BBM jenis oktan tinggi ini, secara otomatis komponen kendaraan akan berumur panjang. Kemudian, dari sisi tenaga atau power kendaraan lebih terjaga. Manfaat lain, jarak tempuh jadi kian jauh karena pembakaran mesin kendaraan lebih sempurna. 

“Sudah saatnya masyarakat menggunakan BBM RON tinggi karena memiliki banyak kelebihan, mesin awet, tenaga kendaraan terjaga,” ujar Jusri.

Dia meyakini, dengan edukasi bagus yang dijalankan pemerintah, maka secara perlahan publik akan menyadari dampak positif menggunakan BBM RON tinggi. Adapun untuk kendaraan angkutan, ia yakin pemerintah akan memiliki kebijakan yang tepat. 

Bahkan, ia menyarankan agar pemerintah juga tak ragu, untuk mulai sepenuhnya menyalurkan BBM RON tinggi. "Pemerintah sebenarnya hanya perlu melakukan stop produk BBM octan dan cetane rendah," kata dia.

Meski begitu, dia menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan betul dengan peralihan octan rendah ke octan tinggi. Salah satunya dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat.

Bagi Jusri, sejatinya kebijakan memindahkan konsumsi BBM RON tinggi juga cukup mudah asal semua pihak bahu membahu melakukan kampanye positif dengan cara yang lebih mudah dimengerti oleh masyarakat.

Baca Juga: Layanan penyalur meluas hingga pelosok, volume penjualan BBM Pertamina terdongkrak

"Itu adalah simply policy. Namun dalam hal ini tentunya ada faktor-faktor lain harus menjadi pertimbangan pemerintah sebelum policy tersebut dapat dirilis. Edukasi pre-launching ke masyarakat harus seimbang, gencar, melibatkan seluruh komponen," katanya.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Febby Tumiwa mengatakan, dalam mengurangi penggunaan BBM jenis premium Pemerintah harus membatasi kuotanya.

Atau sediakan bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang lebih murah. Misalnya RON 92 seharga RON 88 atau RON 90.

Pemerintah, kata dia, bisa membuat standar bahan bakar yang lebih baik dan segera menerapkannya (misalnya Euro IV), demikian juga membuat kebijakan fuel economy untuk kendaraan bermotor yang progresif.

Namun demikian, harga yang ditawarkan kepada masyarakat harus ekonomis. Karena bagaimanapun, konsumen reaktif kepada kenaikan harga. Kata dia, jika harga premium dibuat mahal, konsumen akan pindah ke BBM lain yang "lebih bersih" tapi harganya lebih murah. 

Pengamat energi Mamit Setiawan menambahkan, saat ini kendaraan bermotor, baik roda dua, maupun roda empat saat ini mayoritas sudah menggunakan teknologi terbaru yang mengharuskan konsumsi BBM dengan RON tinggi, minimal RON 92, seperti Pertamax.

Baca Juga: Pengamat: Konsumsi BBM Ron rendah sudah ketinggalan zaman

BBM RON rendah juga lebih boros dan berdampak negatif pada mesin.  Apalagi mayoritas negara di dunia sudah tidak ada yang menjual BBM Ron 88 seperti premium. 

Agar konsumsi BBM RON tinggi seperti bisa lebih tinggi, pemerintah disarankan mendorong masyarakat untuk beralih ke Pertamax series.

Selain itu, menyediakan bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang lebih murah. Misalnya RON 92 seharga RON 88 atau RON 90. 

Pemerintah, kata Mamit, bisa membuat standar bahan bakar yang lebih baik dan segera menerapkannya, misalnya Euro IV, demikian juga membuat kebijakan fuel economy untuk kendaraan bermotor yang progresif.

Selain berdampak negatif bagi mesin kendaraan bermotor, BBM RON rendah juga berakibat buruk terhadap lingkungan hidup dan kesehatan. Karena pembakaran tidak sempurna, maka BBM RON rendah akan menghasilkan emisi sangat tinggi.

Selain itu, juga akan menghasilkan karbon monoksida dan nitrogen dioksida yang juga tinggi.  Penggunaan BBM berkualitas akan mendorong penurunan emisi dan memperbaiki kualitas udara.

Bahan bakar berkualitas juga membuat sistem pembakaran mesin (engine combustion) lebih sempurna sehingga lebih irit BBM, mesin awet & mempermudah perawatan kendaraan. Kata Mamit,  beban negara untuk BBM berkurang karena dana kompensasi dialihkan ke sektor/pos lain yang lebih membutuhkan sehingga menjadi lebih tepat sasaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Yudho Winarto

Terbaru