Yohan juga berpendapat bahwa investasi wine di Indonesia juga masih kurang menarik. Ia menyebutkan beberapa alasan terkait kurang menariknya investasi wine. Alasan utamanya ialah tidak ada perlindungan atas produk wine itu sendiri.
Yohan menyebutkan kasus Rudy Kurniawan terkait penipuan wine palsu yang menyebabkan beberapa konglomerat di Amerika tertipu. “Siapa yang bisa menjamin wine itu palsu atau tidak,” ucap Yohan.
Selain itu, alasan permintaan dan persediaan dari wine itu sendiri juga turut menyebabkan investasi wine ini kurang menarik. Yohan mengatakan hal ini berbeda dengan pasar saham yang memiliki kejelasan dari jumlah pialang dan nasabah. Ia juga bilang investasi ini dinilai kurang likuid saat ingin dicairkan ketika memiliki kebutuhan terhadap cash.
Baca Juga: Siap-siap, pelambatan ekonomi China kian dalam
Yohan juga menjelaskan bahwa dalam berinvestasi wine memiliki dua cara. Pertama, ia mengatakan investasi bisa dilakukan dengan mengoleksi wine-wine yang termasuk langka. Kenaikan harganya pun mengikuti semakin langkanya wine itu atau tidak. “Spreadnya cukup besar kalau cara yang pertama ini,” ujar Yohan
Cara kedua yang biasa dilakukan ialah produsen wine melakukan uji coba wine yang diproduksi setelah 4-5 bulan panen. Di saat uji coba tersebut, produsen mengundang beberapa penikmat dan jurnalis untuk mereview produk wine tersebut.
Yohan mengatakan jika review-nya semakin bagus, harganya pun akan semakin mahal saat dijual nantinya. “Biasanya yang melakukan investasi ini pedagang atau importir,” ujar Yohan.
Baca Juga: Kemendag: Belum ada pengajuan izin impor daging sapi asal Brasil
Yohan juga menerangkan bahwa ada beberapa wine yang memiliki nilai investasi yang tinggi. Ia menyebutkan wine-wine super premium seperti Bordeaux kategori 1856, Burgundy, dan beberapa Californian Wine.