JEP GUNUNG BROMO - Bicara soal traveling ke wilayah wisata Bromo, Tengger dan Semeru, kurang lengkap rasanya jika belum membahas soal penginapan. Nah, jika Anda seorang backpacker atau traveler yang ingin mencari pengalaman berbeda, ada satu pilihan yang bisa dilirik. Yakni, homestay di rumah-rumah warga yang banyak tersebar di desa-desa yang mengelilingi kawasan wisata ini.
Saat Tim Jelajah Wisata Ekonomi KONTAN 2019 mengunjungi Bromo lewat jalur Tumpang, kami melewati sejumlah desa yang banyak menawarkan penginapan-penginapan dengan harga ekonomonis namun tetap nyaman.
Salah satunya adalah Desa Ngadas, yang terletak di dalam wilayah administrasi Kecamatan Poncokusumo, yang berada di sebelah timur bagian ujung Kabupaten Malang. Desa ini kerap disebut sebagai 'Desa di Atas Awan' karena berada di ketinggian 2.150 meter di atas permukaan laut.
Tak sulit menemukan homestay di desa ini. Saat Tim Jelajah KONTAN menyusuri jalanan desa yang hanya memiliki lebar sekitar 3,5 meter, tampak beberapa rumah menyematkan tulisan 'Homestay' di bagian depan. Memang, secara tampilan, tidak ada yang istimewa. Bahkan bentuknya seperti rumah-rumah di desa pada umumnya. Tidak terlalu besar dan tampak sederhana. Namun ada juga homestay yang sudah berbentuk rumah modern. Bertingkat dua dengan disain minimalis.
Jika Anda mencari pengalaman unik dan berbeda, homestay merupakan pilihan yang tepat. Di sini, pengunjung bisa berinteraksi langsung dengan pemilik homestay sekaligus mengamati kegiatan mereka yang merupakan Suku Tengger, penduduk asli wilayah ini.
Menurut Mujianto, Kepala Desa Ngadas, homestay di desanya sudah ada sejak 2010. Dia bercerita, Desa Ngadas masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Awalnya, TNBTS belum mengeluarkan kebijakan bahwa transportasi ke Bromo harus menggunakan transportasi lokal seperti jeep. Alhasil, homestay di desa ini belum berjalan dengan baik karena tidak ada pengunjung yang menginap.
"Akhirnya, baru pada Desember 2012, TNBTS mengeluarkan kebijakan bahwa kalau berkunjung ke Bromo harus menggunakan jasa transportasi lokal, baru kemudian homestay mulai berkembang," jelasnya.
Hingga saat ini, di Desa Ngadas sudah ada 37 homestay. Tarif yang ditetapkan pun sangat terjangkau, mulai dari Rp 150.000. Hanya saja, saat peak season seperti liburan Lebaran, Natal, dan Tahun Baru, harga penginapan naik sekitar Rp 50.000 sampai Rp 100.000.
Mujianto bercerita, setiap warga Desa Ngadas bisa menjadikan rumahnya sebagai penginapan. Tak perlu izin khusus. "Akan tetapi, TNBTS sudah menetapkan ketentuan bahwa rumah yang menjadi homestay maksimal hanya lima kamar saja, tidak boleh lebih dari itu," paparnya.
Terkait jumlah kamar ini memang ada alasannya. Menurutnya, konsep homestay di Desa Ngadas tidak sama dengan konsep homestay di kawasan Batu, Malang atau Jakarta. "Homestay di kami itu, pemilik rumah harus bersosialisasi dan berkomunikasi dengan tamunya. Jadi kalau sebuah rumah memiliki lebih dari lima kamar, dikhawatirkan dia tidak mampu menangani tamu yang banyak," paparnya.